Sebelum menelisik lebih jauh tentang Desa Gondosuli, alangkah baiknya apabila kita kenali terlebih dahulu mengenai Kabupaten Tulungagung. Babad singkatnya bisa anda lihat pada teks berikut ini.
ASAL MULA NAMA TULUNGAGUNG
Sejarah menyatakan, bahwa nama
TULUNGAGUNG tidaklah timbul dengan tiba-tiba. Telah banyak musim silih
berganti, berikut masa-masa yang dilampauinya, yang kesemuanya itu
meninggalkan kenang-kenangan yang tersendiri di dalam lembaran riwayat
terjadinya kota Tulungagung. Apa yang dapat kita kenangkan dari nama
TULUNGAGUNG di dalam riwayat lama, sebenarnya adalah suatu tempat
lingkaran yang berpusat pada sekitar alun-alun termasuk desa Kauman dan
Kampungdalem.
Tulungagung berasal dari dua perkataan : TULUNG dan AGUNG. Kata TULUNG mempunyai dua arti :
Pertama : TULUNG dalam bahasa Sanskerta artinya SUMBER AIR atau dalam bahasa bahasa Jawa dapat dikatakan umbul.
Kedua : TULUNG yang berarti pemberian pertolongan atau bantuan.
Adapun : AGUNG berarti besar.
Jadi lengkapnya TULUNGAGUNG mempunyai arti “SUMBER AIR BESAR” dan “PERTOLONGAN BESAR”.
Meskipun SUMBER AIR, dan PERTOLONGAN itu
berlainan artinya, namun di dalam sejarah Tulungagung kedua-duanya tak
dapat dipisahkan, karena mempunyai hubungan erat sekali dalam soal asal
mula terbentuknya daerah maupun perkembangannya.
Dahulu orang menyebutnya Kabupaten
Ngrowo, ialah sesuai dengan keadaan daerahnya yang berupa rawa-rawa.
Lalu lintas perhubungan dilakukan melalui sungai, terutama lewat sungai
yang hingga sekarang masih disebut sungai Ngrowo. Oleh sebab itu
tidaklah mengherankan bila letak daerah-daerah yang disebut-sebut orang
dalam sejarah maupun cerita-cerita rakyat kesemuanya tidak jauh letaknya
dari sungai, misalnya : Gledug, Pacet, Waung, Ketandan, Tawing, dan
lain-lain. Sebelum dijadikan Kabupaten daerah-daerah itu dikuasai oleh
para Tumenggung di bawah perlindungan kerajaan Mataram.
Di daerah Ngrowo terdapat banyak
sumber-sumber air. Diantara sumber-sumber itu yang termasuk besar atau
agung airnya ialah tempat dimana sekarang sudah menjadi alun-alun.
Tempat di sekitar alun-alun ini dinamakan Tulungagung yang berarti ada
sumber air yang besar.
Dahulu daerah Ngrowo itu tidak seluas
sekarang. Semenjak ketemenggungan diubah kedudukannya menjadi Kabupaten,
maka diperlukan adanya perluasan daerah. Tidak cukup hanya terdiri dari
rawa-rawa saja, tetapi membutuhkan pula daratan untuk kemakmuran
masyarakatnya.
Bantuan-bantuan dari Kabupaten sekitarnya
sangat dibutuhkan. Ini terjadi pada sekitar abad ke-19. Kabupaten
Blitar menyumbangkan daerah Ngunut. Kabupaten Ponorogo menyumbang daerah
pegunungan Tranggalih atau Trenggalek sekarang, sedang Kabupaten
Pacitan memberikan daerah pantai selatan, ialah Ngrajun, Panggul, Prigi,
dan Jombok. Dengan demikian Kabupaten Ngrowo dahulu daerahnya meliputi
pula daerah Kabupaten Tenggalek. Bantuan berupa daerah itu merupakan
pertolongan yang besar bagi pembentukan Kabupaten Ngrowo. Bupati pertama
hingga ke XI masih disebut Bupati Ngrowo. Baru pada tahun 1901 nama
Ngrowo itu diganti dengan TULUNGAGUNG. Ketika itu yang menjadi bupatinya
R.T. Partowidjojo. Beliau yang menyaksikan perubahan nama tadi karena
menjabat Bupati sejak tahun 1896 hingga tahun 1901.
Demikianlah asal mula TULUNGAGUNG yang
hingga sekarang masih pula sering disebut orang kota Banjir. TULUNGAGUNG
mengandung makna “Berasal dari SUMBER AIR YANG BESAR”, tetapi dengan
usaha dan bantuan yang besar dapat pula memberi pertolongan yang besar.
POTENSI KABUPATEN TULUNGAGUNG
Kabupaten Tulungagung memiliki luas 1.055,65 km2 pada koordinat 111043’-11207’ BT dan 7051’-8008’ LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara administratif adalah sebelah utara : Kabupaten Kediri; sebelah selatan : samudera Hindia ; sebelah timur : Kabupaten Blitar dan sebelah barat : Kabupaten Trenggalek.
Wilayah Tulungagung yang menghadap samudera Indonesia memiliki pantai yang indah. Pantai Popoh, 30 km sebelah selatan kota Tulungagung adalah obyek wisata pantai yang banyak dikenal wisatawan nusantara. Selain itu juga dapat dinikmati Sendang Lawean Penampehan, ponorama matahari terbenam di batu karang Klatak atau berperahu, berenang serta memancing di bendugan Wonorejo. Peninggalan sejarah dapat dilihat Candi Mirigambar, yang juga dikenal dengan nama Candi Angling Darma.
Tulungagung juga memiliki budaya khas antara lain Manten Kucing, Jamasan Kya Upas, Suro Wekasan, Labun Sembonyo, Upacara Ulur-ulur, langen Beksan/ Tayub, Tari Ritual Tiban, Jaranan Sentherewe, Reyog, Kentrung dan Wawang Jemblung.
Tulungagung terkenal sebagai salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yang bersumber di bagian selatan Tulungagung. Tulungagung juga termasuk salah satu pusat industri marmer di Indonesia, dan terpusat di selatan terdapat perajin marmer. Selain industri marmer, di Tulungagung juga tumbuh dan berkembang berbagai industri kecil dan menengah yang kebanyakan memproduksi alat-alat/ perkakas rumah tangga. Di Kecamatan Nguntut terdapat industri makanan ringan seperti kacang atom.
POTENSI KABUPATEN TULUNGAGUNG
Kabupaten Tulungagung memiliki luas 1.055,65 km2 pada koordinat 111043’-11207’ BT dan 7051’-8008’ LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulungagung secara administratif adalah sebelah utara : Kabupaten Kediri; sebelah selatan : samudera Hindia ; sebelah timur : Kabupaten Blitar dan sebelah barat : Kabupaten Trenggalek.
![]() |
Pantai Popoh |
![]() |
Pantai Klatak |
Tulungagung juga memiliki budaya khas antara lain Manten Kucing, Jamasan Kya Upas, Suro Wekasan, Labun Sembonyo, Upacara Ulur-ulur, langen Beksan/ Tayub, Tari Ritual Tiban, Jaranan Sentherewe, Reyog, Kentrung dan Wawang Jemblung.
Tulungagung terkenal sebagai salah satu penghasil marmer terbesar di Indonesia, yang bersumber di bagian selatan Tulungagung. Tulungagung juga termasuk salah satu pusat industri marmer di Indonesia, dan terpusat di selatan terdapat perajin marmer. Selain industri marmer, di Tulungagung juga tumbuh dan berkembang berbagai industri kecil dan menengah yang kebanyakan memproduksi alat-alat/ perkakas rumah tangga. Di Kecamatan Nguntut terdapat industri makanan ringan seperti kacang atom.
GAMBARAN UMUM DESA GONDOSULI
Balai Desa Gondosuli |
A. Asal Usul Desa
Setiap desa atau daerah memiliki sejarah dan latar belakang tersendiri, yang merupakan pencerminan dari karakter dan pencirian khas tertentu dari suatu daerah. Sejarah desa tertuang dalam dongeng - dongeng yang diwariskan secara turun temurun atau dari mulut kemulut sehingga sulit dibuktikan secara fakta, dan tidak jarang dongeng (legenda) tersebut dihubungkan dengan mitos tempat - tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini Desa Gondosuli juga memiliki mitos tersebut yang merupakan identitas dari desa yang akan kami tuangkan dalam cerita legenda dibawah ini.
Legenda Desa Gondosuli
Semuanya berawal dari zaman penyebaran Agama Islam di daerah Tulungagung pada umumnya dan Kecamatan Gondang pada khususnya. pada zamannya tersebut ada seorang tokoh agama yang dihormati dan menjadi panutan oleh masyarakat sekitar, beliau bernama Syeh Sunan Kuning. Kini makamnya berada di Desa Macanbang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung.
Sejarah awal nama gondosuli itu sendiri sebenarnya terjadi secara sederhana, berawal ketika Syeh Sunan Kuning sedang melakukan perjalanan syiar Agama Islam yang secara kebetulan melewati suatu daerah atau tempat yang beraroma sangat menyengat seperti bau bangkai. Lantas Syeh Sunan Kuning menyuruh beberapa santrinya untuk mencari sumber bau tersebut. Dan alhasil, setelah dicari beberapa lama ternyata bau tersebut berasal dari sebuah bunga raksasa yang kini dikenal sebagai Bunga Bangkai (Rafflesia Arnoldi). Dari bunga raksasa tersebut memang mengeluarkan bau menyengat seperti bau bangkai anjing yang hanyut, maka sejak saat itu daerah tersebut dinamai dengan GONDOSULI, berasal dari kata "Gondo" berarti bau dan "Suli" berarti Asu keli (Anjing hanyut).
Namun versi yang lain juga menyebutkan bahwa nama Gondosuli berasal dari sebuah bunga beraroma wangi yang diketemukan oleh Syeh Sunan kuning, "Gondo" berarti bau dan Suli (Wanita cantik, yang diidentikan dengan bunga yang beraroma harum).
Mengenai benar tidaknya legenda diatas, masih ada waktu bagi kita untuk merevisinya, bahkan andaikata ada yang mampu menambahkan detil legenda diatas, maka kami sangat berterima kasih.
Sejarah Pemerintahan Desa Gondosuli
Balai Desa Gondosuli |
Sejarah pemerintahan Desa Gondosuli secara resmi tercatat sejak tahun 1860, yang pada waktu itu Zaman Penjajahan Belanda.
Adapun Kepala Desa yang pernah menjabat di Desa Gondosuli sejak dulu hingga sekarang (2012), tercatat ada 9 Kepala Desa, yaitu :
1. Suromejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1860 s/d 1885
2. Karsorejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1886 s/d 1912
3. Sodimejo, menjabat Kepala Desa Tahun 1913 s/d 1934
4. Surontono, menjabat Kepala Desa Tahun 1935 s/d 1968
5. Bakri, menjabat Kepala Desa Tahun 1969 s/d 1977
6. Moh. Juli, menjabat Kepala Desa Tahun 1978 s/d 1982
7. Mamik Sudiman, menjabat Kepala Desa Tahun 1983 s/d 1998
8. Katno, menjabat Kepala Desa Tahun 1999 s/d 2007
9. H. Gatot Suminto, menjabat Kepala Desa Tahun 2008 s/d 2013
10. Sumiran, menjabat Kepala Desa Tahun 2013 s/d 2018
Sejarah Perkembangan dan Pembangunan Desa Gondosuli
Dilihat dari segi pembangunan yang ada di Desa Gondosuli dari tahun ke tahun mengalami banyak peningkatan baik di bidang ekonomi, sosial budaya maupun keagamaan. Pembangunan di Desa Gondosuli dari zaman ke zaman dapat diringkas sebagai berikut :
1. Masa Kepemimpinan di Zaman Penjajahan Belanda
Ada 3 (tiga) Kepala Desa yang pernah memimpin desa pada zaman ini, yaitu : Suromejo, Karsorejo dan Sodimejo. Pada zaman ini arah pembangunan desa lebih cenderung mengkuti kehendak Pemerintah Kompeni, termasuk kerja rodi yang wajib diikuti oleh penduduk desa.
2. Masa peralihan. Zaman Penjajahan Belanda, Jepang, Perjuangan Kemerdekaan, Orde Lama sampai dengan Orde Baru.
Hanya ada 1 (satu) Kepala Desa yang pernah memimpin Desa Gondosuli selama 5 (lima) zaman sekaligus, beliau adalah Surontono. Pada zaman beliau, Desa Gondosuli mengalami banyak hal, terutama adanya perjuangan fisik Bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda maupun Jepang. Bahkan setelah itu masih banyak permasalahan sampai zaman awal Orde Baru akibat pergolakan politik nasional. Sehingga pembangunan diarahkan pembangunan mental dan fisik yang disesuaikan dengan situasi yang ada.
3. Masa Orde Baru (1968 - 1998)
Ada 3 Kepala Desa pada zaman Orde Baru ini, yaitu Bakri, Moh. Juli dan Mamik Sudiman.
Pada zaman ini, Desa Dondosuli mengalami suatu perubahan arah pembangunan secara drastis, akibat pembangunan Terowongan Niama di Kecamatan Besuki oleh pemerintah. Dampaknya berpengaruh sangat positif bagi pembangunan Desa Gondosuli.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa sejak dahulu kala daerah Gondosuli merupakan daerah rawa - rawa yang kalau musim penghujan 90% wilayahnya terendam banjir yang bisa melebihi kedalaman 1 m.
Sejak dibukanya Terowongan Niama pada Tahun 1985 tersebut, maka yang dahulu adalah rawa, kini berubah menjadi tanah persawahan dan ladang produktif bagi warga.
Arah pembangunan pada zaman ini jelas kearah dibukanya tanah persawahan baru bekas rawa - rawa, sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan pertanian menjadi prioritas utama, terutama adanya program pemerintah untuk Swasembada beras dan adanya primadona baru yaitu Tembakau kala itu.
4. Masa Reformasi (1998)
Ada 1 (satu) Kepala Desa yang memimpin pada zaman ini, yaitu Katno.
Pada zaman ini pembangunan mulai diarahkan ke pembangunan fisik sarana prasarana desa. Yakni pembangunan jalan aspal dan plengsengan saluran irigasi yang semuanya ada di Dusun Cluwok, Desa Gondosuli.
5. Masa Sekarang (2007 sampai sekarang (2012))
Ada 2 (dua) Kepala Desa yang memimpin pada zaman ini, yaitu H. Gatot Suminto.
Kades H. Gatot Suminto (tengah) beserta perangkat desa |
Setelah pembangunan fisik tahap awal pada waktu kepemimpinan Katno, maka kini pembangunan fisik menjadi prioritas utama dengan tahapan perkembangan yang lebih cepat, terfokus dan terencana dibanding pada masa sebelumnya.
Secara fisik sarana prasarana desa, pembangunan jalan aspal desa diteruskan, juga pembangunan PAUD dan Taman Kanak Kanak Pembina (Negeri).
Dan Sumiran, melanjutkan tampuk kepemimpinan H. Gatot Suminto. Dalam kepemimpinan sebelumnya tatanan kepemerintahan desa dan masyarakat sudah tertata dengan baik, sehingga dengan semangat Kepala Desa muda semoga mampu memimpin Desa Gondosuli ke depan menuju masyarakat mandiri dan sejahtera. Amin